Monday, 25 November 2013
Kualitas Sungai Ogan
Kualitas
Sungai Ogan yang membelah tengah-tengah pusat Kota Baturaja, ibukota Kabupaten
Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan sejak beberapa pekan terakhir sangat
memprihatinkan, karena airnya keruh berwarna coklat susu dan bau akibat musim
hujan di wilayah tersebut. Pantauan di lapangan, Selasa, Sungai Ogan debit
airnya lebih tinggi dibandingkan hari biasa sekitar 15-30 centimeter. Herman
(35), warga Air Gading Kecamatan Baturaja Barat mengatakan bahwa di samping
debit air terlihat tinggi, juga kualitas airnya sungguh sangat memprihatinkan.
“Biasa, kalau musim hujan seperti sekarang, air di Sungai Ogan akan keruh dan
bau,” ungkapnya. Menurut dia, untuk bisa menggunakan air Sungai Ogan buat
keperluan sehari-hari, khususnya minum, maka warga harus mencampurnya dengan
obat penjernih terlebih dahulu. “Kalau untuk mandi saja, bagi yang sudah biasa
tidak akan ada masalah. Namun, bagi yang belum pernah, jangan coba-coba, karena
dapat terserang penyakit kulit berupa gatal-gatal,” katanya. Sementara, lanjut
Hermansyah, air bersih dari PDAM Tirta Ogan juga tidak bisa terlalu diandalkan
untuk digunakan keperluan sehari-hari, karena ada beberapa titik yang
distribusinya tersendat, serta kualitas airnya juga kurang bagus. Ia
mencontohkan, di kawasan Stasiun Tiga Gajah, terkadang suplai air PDAM tidak
lancar dan kualitasnya kurang bagus, karena airnya berkarat atau bau. Andi
(41), warga Kebun Jati, Kelurahan Saung Naga, Kecamatan Baturaja Barat juga
mengeluhkan hal serupa. Menurutnya, sejak Kota Baturaja sering diguyur hujan,
kualitas air Sungai Ogan yang mengalir di kampungnya sangat memprihatinkan.
“Khusus untuk minum dan memasak, kami terpaksa membeli air galon, karena meski
sudah diberi obat penjernih, bau busuk air Sungai Ogan tetap tidak hilang,”
tegasnya. Menanggapi hal itu, Ketua Lembaga Penelitian, Pengembangan dan
Pemberdayaan Lingkungan (LP3L) OKU, Yunizir Djakfar mengatakan, seharusnya
meskipun Baturaja diguyur hujan, air di Sungai Ogan tidak keruh dan bau.
Kondisi ini kata Yunizir, dikuatirkan terjadi akibat di daerah hulu sudah
hampir tidak ada lagi penahan atau hutan penyanggah. “Kemungkinan besar hutan
sudah berubah fungsi dan penebangan liar di OKU juga semakin marak,” ungkapnya.
Kondisi itu tentu saja, kata Yunizir, dapat membuat air Sungai Ogan cenderung
keruh, karena bercampur dengan tanah yang terbawa air. “Kondisi ini sudah
sering terjadi dan sudah seharusnya sejak dulu menjadi perhatian dari insatnsi
terkait, seperti Dinas Kehutanan, serta BLH OKU,” tegasnya. Sementara soal bau
busuk yang tercium di air Sungai Ogan, menurut Dekan FISIP Universitas Baturaja
itu, hal tersebut perlu ditinjau lagi, karena ada kemungkinan limbah dari
perusahaan yang berada di hulu sungai menjadi pemicunya. “Memang BLH dan Dinas
Kehutanan harus proaktif. Jangan cuma menunggu dan menunggu saja. Kedua
instansi itu memiliki tanggungjawab moral terhadap masyarakat, terkait
permasalahan ini,” katanya. Sedangkan pihak legislatif sebagai fungsi
pengawasan dapat juga memberikan perhatian untuk mengingatkan pemerintah daerah
atas kondisi lingkungan di OKU. Begitu juga dengan masyarakat mesti aktif
menjaga kebersihan dengan cara tidak membuang sampah sembarangan ke sungai yang
menjadi kebanggaan warga OKU tersebut. Pelaksana Harian Kepala Bidang
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan OKU,
Yanizi, mengimbau agar warga tidak menggunakan air Sungai Ogan untuk diminum
dan dimasak. “Lebih baik beli air mineral atau galon saja, karena saat ini
kualitas airnya memang kurang bagus,” tegasnya. Namun untuk keperluan mandi,
kakus dan mencuci pakaian, air Sungai Ogan dinilai masih layak digunakan,
karena diyakini tidak akan menimbulkan penyakit kulit, seperti gatal-gatal,
katanya. diambil dari: Baturaja Online
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment