Sengketa Lahan Warga Dengan PTP MO
Masih Berlanjut Sengketa Lahan Warga Dengan PTP MO Masih Berlanjut, 8.0
out of 10 based on 1 rating image BATURAJA – Kasus sengketa lahan warga
Desa Banjarsari dan Desa Seleman Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera
Selatan dengan PT Perkebunan Minanga Ogan, berkepanjangan setelah
beberapa kali mediasi tak ada perdamaian. Hal tersebut terjadi karena
pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit itu dinilai tidak mematuhi
aturan pemerintah dan melanggar perjanjian dibuat para pendahulu, kata
Samrol Maid, salah seorang warga dan Tokoh Masyarakat Desa Seleman di
Baturaja ibukota Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Jumat. Usai
menghadiri mediasi difasilitasi oleh Pemkab Ogan Komering Ulu (OKU) di
kantor bupati itu Samroj yang juga mantan Kepala Desa Seleman tersebut
menyatakan kekecewaannya, karena pemerintah sepertinya tidak serius
dalam menyelesaikan masalah sengketa lahan warga dengan PT Perkebunan
Minanga Ogan (PT PMO) ini. Ia menilai, Pemerintah Kabupaten Ogan
Komering Ulu (Pemkab OKU), lebih memihak kepada perusahaan perkebunan
kelapa sawit itu. “Sampai hari ini, sudah empat kali kami dimediasi
dengan pihak PT PMO, namun tetap saja tuntutan kami tidak direalisasikan
oleh pihak perusahaan serta belum ada jalan keluar bagi masyarakat,”
kata Samrol. Ia menjelaskan, jika berkaca pada aturan yang ada
semestinya pihak perusahaan mempekerjakan warga yang berada di ring satu
dan itu menjadi prioritas, namun kenyataannya tidak dilakukan.
Kemudian, terkait Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2007, di
sana diatur agar perusahaan memberikan 20 persen dari luas lahan yang
diusahakan kepada petani penduduk setempat, itu juga tidak dirasakan
warga. “Hal yang membuat kami sangat kecewa adalah mengenai surat
perjanjian Pesirah (setingkat lurah-red) dengan Makmun Murod di atas
meterai yang intinya, perusahaan akan menyerahkan kembali lahan
diusahakan jika sudah 25 tahun. Namun perjanjian itu dianggap tidak
benar oleh pihak perusahaan,” katanya. Pada mediasi itu dipimpin Asisten
I Setda OKU, HA Junaidi di dampingi Wakapolres OKU, Kompol FX Winardi
Prabowo, beberapa perwakilan warga Desa Seleman dan Desa Banjarsari, GM
Operasional PT PMO Yusdy Simbolon beserta sejumlah staf, serta Kepala
Dishutbun Iskandar Zulkarnain, Kadisnakertrans Hakim Makmun dan staf
dari BPN OKU. Sementara, General Manager Operasional PT PMO Yusdy
Simbolon mengatakan, pihaknya sebenarnya sudah berulang kali memberikan
penjelasan kepada warga supaya tuntutan yang disampaikan lebih jelas,
karena semua bersandar pada peraturan. Oleh karena itu, pihaknya meminta
instansi terkait untuk menjelaskan dengan harapan masyarakat di dua
desa tersebut lebih mengerti dan tidak ada hambatan di kemudian hari.
“Masalah ini berawal pada 2 Oktober lalu, di mana warga mengklaim lahan
di Desa Seleman. Atas aksi warga tersebut sampai hari ini kami tidak
dibolehkan beroperasi di kawasan itu. Kami tetap menghargai itu semua,
karena kami tidak menginginkan sesuatu terjadi,” katanya tanpa
menyebutkan berapa luas lahan disengketakan tersebut. Menurut Yusdy,
pihaknya akan mendapat masalah, jika ketentuan-ketentuan itu tidak
dilaksanakan, demikian masalah hak guna usaha (HGU) izinnya sampai 2020.
“Semua tuntutan sudah dibahas, bukannya tidak ada tanggapan. Bahkan
sudah dijelaskan oleh instansi terkait supaya menjadi terang dan tidak
ada masalah,” kata pejabat di perusahaan tersebut. Sementara, Asisten I
Setda OKU, HA Junaidi, mengimbau agar warga tidak berbuat anarkis, dan
menyelesaikan masalah dengan kepala dingin melalui musyawarah mufakat.
“Apabila berbuat anarkis, nanti akan berbenturan dengan aparat
kepolisian. Lakukan musyawarah, kita selalu terbuka untuk
memfasilitasi,” kata Junaidi. Dia juga menjelaskan, dalam salah satu
poin tuntutan warga mengenai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun
2007. Bahwa, perusahaan tersebut menyediakan lahan 20 persen bagi
masyarakat di sekitar lahan yang diusahakan. Menurut dia, aturan
tersebut tidak berlaku bagi PT PMO, karena lahirnya perusahaan tersebut
jauh sebelum aturan itu dibuat. Sementara, Ketua Konsorsium LSM OKU,
Herman Sawiran secara terpisah mengatakan, ada satu hal yang menjadi
ganjalan selama mengawal kasus tersebut yakni Peraturan Menteri
Pertanian itu dibuat tahun 2007, yang dikatakan oleh semua pejabat di
OKU tidak berlaku bagi PT PMO. Dia menegaskan, pendapat seperti itu
adalah salah besar, karena yang namanya tidak berlaku surat itu, pihak
perusahaan tidak perlu menebus atau menerima sanksi atas apa yang
diperbuatnya tidak sesuai aturan. Karena, aturan itu ada jauh sesudah
lahirnya perusahaan atau diundangkan aturan tersebut dan selanjutnya
hingga ada perubahan, harus dijalankan oleh siapapun termasuk PT PMO
yang merupakan subjek hukum sama seperti manusia diambil dari: Baturaja
Online.
No comments:
Post a Comment